Barang bukti berupa paruh Enggang | Gading, | dll |
Oleh : Syarif Iskandar, S.H.(Editor: Redaksi Buletin Entuyut)
Setelah dua wanita warga negara
asing dari RRC dijebloskan ke bui oleh Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC)
Brigade Bekantan Balai KSDA Kalimantan Barat, kini giliran penampung Enggang Gading dan Sisik Trenggiling asal Melawi ditangkap SPORC Brigade Bekantan di
rumahnya.
Pada tanggal 9 Agustus 2012 dua orang tersangka berjenis kelamin
perempuan bernama ZHENG JINMEI ANAK ZHENG QING HUI dan SHE XIAO YING ANAK SHE
JIN DONG divonis oleh Pengadilan Negeri
Pontianak dengan penjara 6 bulan dan denda 5 juta rupiah karena menyelundupkan
paruh Enggang Gading sebanyak 96 buah melalui Bandara Supadio Pontianak.
Sedianya, paruh-paruh tersebut akan diselundupkan ke Tiongkok untuk dijadikan
bahan obat-obatan dan souvenir. Kini giliran penampung Enggang Gading dan Sisik Trenggiling yang ditangkap SPORC Brigade Bekantan di
rumahnya. Rumah tersebut sekaligus juga sebagai tempat penampungan sebelum
dipasarkan ke luar Kalimantan Barat.
Seorang pelaku bernama Lim Sim Mong alias Among berhasil diamankan
sementara pelaku lain bernama Sinku alias Seiku menghilang sebelum tim operasi
menjumpai pelaku. Among saat ini “dititipkan” di rumah tahanan kelas II A
Pontianak selama paling lama 20 hari sambil menunggu proses perkara dilimpahkan
ke Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat untuk selanjutnya disidangkan. Pelaku lain
bernama Seiku saat ini dinyatakan buron dan dimasukkan ke dalam daftar
pencarian orang (DPO) Kepolisian Resort Melawi.
Proses penyidikan dilakukan oleh PPNS SPORC Brigade Bekantan Provinsi
Kalimantan Barat. Pelaku di kenakan Pasal
21 Ayat (2) huruf d junto
Pasal 40 Ayat (2) Undang-Undang No. 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yaitu setiap orang dilarang untuk
memperniagakan , menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain
satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa
tersebut atau mengeluarkanya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di
dalam atau di luar Indonesia. Diancam pidana penjara paling lama 5 tahun dan
denda paling banyak 100 Juta Rupiah.
Jalannya Operasi
Penggerebekan dan penangkapan pelaku
bermula dari informasi masyarakat pada bulan Agustus tahun 2012 tentang
adanya perdagangan paruh Enggang Gading (Buceros/rhinoplax vigil) yang diperkirakan berasal dari
Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat. Warga setempat bertindak sebagai
penampung, selanjutnya bahan mentah di jual kepada warga negara Taiwan dan RRC.
Pembeli paruh Enggang Gading dari luar negeri ini datang ke Provinsi Kalimantan
Barat untuk mencari bahan mentah langsung ke warga setempat. Transaksi
dilakukan di sekitar Kabupaten Melawi.
Berawal dari informasi inilah kemudian dilakukan operasi intelijen oleh
anggota SPORC yang secara intensif melakukan observasi/pemantauan, eliciting dan pembuntutan hingga memperoleh data yang akurat mengenai
para pelaku, tempat penampungan dan modus operandinya. Dari hasil operasi
intelijen diperoleh fakta bahwa terdapat beberapa penampung Paruh Enggang
Gading dan Sisik Trenggiling di
Kecamatan Nanga Pinoh yang membeli dari masyarakat sebagai pemburu
di beberapa daerah sekitar Kabupaten Melawi. Para penampung ini melakukan
transaksi dengan pembeli yang selain berasal dari warga negara asing juga dari
Jakarta.
Operasi dilakukan di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi, Provinsi
Kalimantan Barat pada hari Kamis tanggal 25 April 2013 pukul 14.15 WIB oleh
personil SPORC sebanyak 15 orang dan didukung petugas dari Polda Kalbar
sebanyak dua orang. Operasi dilakukan dengan target di dua tempat penampung,
yaitu rumah atas nama pemilik Among dan
rumah atas nama pemilik Seiku di Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi. Dalam
melakukan penggerebekan, tim melakukan pengepungan rumah pelaku dan menemui
pelaku bersama ketua RT setempat sebagai saksi dilakukannya penggeledahan rumah.
Pada saat dilakukan pembicaraan awal dengan pelaku Among, tim meminta
pelaku menyerahkan paruh Enggang Gading. Pelaku lalu menyerahkan 10 buah Paruh
Enggang Gading yang sudah bersih serta satu kantong sisik Trenggiling (Manis javanica). Pelaku
menjelaskan sudah tidak ada lagi bagian-bagian tubuh satwa yang lain, akan
tetapi dari pantauan anggota tim terlihat ada penghuni rumah yang
menyembunyikan satu karung Sisik Trenggiling di balik pintu belakang rumah. Karung
ini kemudian ditutupi tas untuk menyamarkan dari pantauan tim. Tim lalu
mengumpulkan barang bukti tersebut di ruangan tengah rumah dan selanjutnya
tim melakukan penggeledahan terhadap
kamar utama dan dapur. Di kamar utama tidak ditemukan barang bukti, namun di
dapur ditemukan kuku dan taring Beruang Madu (Helarctos malayanus) serta dua kantong Sisik Trenggiling.
Selanjutnya tim melakukan penggeledahan di kamar belakang dan menemukan satu
kardus paruh Enggang Gading. Selain barang bukti berupa bagian tubuh satwa, tim
juga menemukan timbangan sebagai alat menimbang sisik Trenggiling pada saat
transaksi jual beli.
Barang bukti tersebut dikumpulkan dan dihitung. Pada saat selesai
penghitungan, penimbangan dan penyelesaian administrasi penggeledahan, tim
melihat gelagat yang mencurigakan dari
pelaku yang memandang di bawah meja ditepi dinding rumah. Meja tersebut
tertutup taplak. Setelah diperiksa, tim menemukan satu kardus yang tertutup dan
terikat. Setelah dibuka oleh pelaku ternyata barang di dalamnya berisi paruh
Enggang Gading yang siap di jual ke warga Negara Taiwan yang menurut keterangan
pelaku akan segera datang dalam waktu dekat. Barang bukti yang berhasil
dikumpulkan semuanya berjumlah 105 buah dengan harga jual lima juta rupiah
perbuah. Total seluruh barang bukti yang ditemukan di rumah Among berupa 229
buah paruh Enggang Gading, 27,3 kg sisik Trenggiling, 44 buah kuku Beruang, 1
buah taring Beruang, 1 lembar kulit Ular Sanca (Phyton reticulatus), 136 empedu dari berbagai jenis
satwa, 1 timbangan besar merk Camry, 1 buah timbangan sedang merk Camry, 1 buah
timbangan elektrik merek CHQ.
Setelah melakukan penghitungan barang bukti dan penyelesaian administrasi
penggeledahan tersangka, pelaku dibawa ke kantor Balai KSDA Kalimantan Barat di
Pontianak, dengan jarak tempuh sekitar 10 jam perjalanan. Pelaku kemudian
dijebloskan ke Penjara di Rutan Klas II Pontianak pada hari Jum’at tanggal 26 April 2013.
***
Selain penggeledahan di rumah Among, Tim SPORC Brigade Bekantan juga
melakukan penggeledahan rumah Seiku yang lokasinya sekitar 20 meter dari rumah
Among. Di dalam rumah tersebut tim menemukan tujuh buah paruh Enggang Gading.
Namun sayangnya, pelaku sedang tidak berada di rumah. Setelah dihubungi melalui
perangkat telepon seluler, yang bersangkutan memutus panggilan dari tim. Hingga
pukul 17.00 WIB, tim menunggu pelaku di rumah yang bersangkutan namun pelaku
tidak muncul. Maka, tim berkoordinasi dengan Kepolisian Resort Melawi untuk
tindak lanjut terhadap pelaku Seiku. Barang bukti yang ditemukan di rumah Seiku
diamankan oleh Tim SPORC di Kantor Balai KSDA Kalimantan Barat di Pontianak.
Mahalnya Paruh Enggang
Among rupanya adalah oknum pengumpul lokal di Melawi. Dari keterangan Among,
paruh Enggang Gading tersebut dibeli oleh warga negara Taiwan. Warga Negara
Taiwan ini sampai ke Kalimantan Barat dengan ditemani oleh oknum pembeli dari
Jakarta. Transaksi biasanya dilakukan di luar kota Nanga Pinoh atau di kota
Sintang.
Harga yang dikenakan untuk satu paruh Enggang Gading cukup fantastis. Harga
paruh Enggang Gading yang dijual Among
mencapai harga sebesar lima juta rupiah perbuah dan sisik Trenggiling mencapai
harga sebesar 2,5 juta rupiah per kilogram.
Paruh Enggang Gading dengan berat antara 80 sampai dengan 100 gr dihargai
sebesar empat juta rupiah. Paruh ini dibeli dari pemburu sekitar 3 sampai
dengan 3,8 juta rupiah. Untuk ukuran 79 gr kebawah, harga yang dipatok oleh
pembeli adalah dua juta rupiah. Among membeli dari pemburu seharga 1,5 sampai
dengan 1,8 juta rupiah. Sisik Trenggiling dijual Among dengan harga 2,5 juta
rupiah. Pelaku membeli dari pemburu sebesar 2,3 juta rupiah per kilogram.
Artinya, keuntungan yang diraup Among untuk satu bagian tubuh satwa yang
diperjual belikan berkisar antara 200 ribu sampai dengan satu juta rupiah.
Semua transaksi dilakukan dirumahnya sendiri secara tunai. Para pemburu membawa
hasil buruan mereka ke rumah Among, sama halnya dengan para pembeli yang
berasal dari luar daerah. Bisa dikatakan Among mengendalikan bisnisnya dari
rumahnya sendiri.
Penegakan Hukum demi Efek Jera
Proses hukum ini dilakukan agar dapat memberikan efek jera kepada pelaku
serta agar oknum masyarakat lain yang melakukan hal yang sama agar menghentikan
kegiatan tersebut. Balai KSDA Kalimantan Barat mengharapkan agar masyarakat
tidak melakukan perburuan terhadap satwa-satwa yang dilindungi undang-undang
karena dapat mengakibatkan punahnya satwa liar yang merupakan bagian dari
ekosistem, apalagi hingga memperniagakannya.
Maraknya perniagaan bagian-bagian tubuh satwa secara ilegal merupakan ancaman
yang serius bagi lingkungan. Dengan laju penurunan populasi satwa di alam,
keseimbangan ekosistem akan terganggu. Enggang adalah jenis burung pemakan
biji. Di alam, satwa ini juga memiliki andil dalam penyebaran biji dan
permudaan tegakan hutan. Bila satwa ini punah, maka regenerasi vegetasi akan
terganggu.
“Dengan maraknya perburuan terhadap berbagai jenis Enggang, bukan hanya
kerugian dalam bentuk material, tetapi juga kerugian ekologis mengingat Enggang
merupakan satwa penebar biji terbaik dalam ekosistem.”, papar Ir. Siti Chadidjah
Kaniawati MWC, Kepala Balai Kalimantan Barat
Beruang adalah satwa predator yang menduduki tingkat tertinggi dalam piramida
makanan. Fungsinya adalah mengatur populasi satwa yang berada pada tingkat
dibawahnya. Bila beruang tak lagi ada, maka satwa liar yang ada satu tingkat
dibawahnya akan mengalami ledakan populasi. Ini akan membahayakan tingkat
piramida yang lebih rendah.
Kondisi inilah yang dikhawatirkan akan terjadi bila kepunahan suatu jenis
satwa tidak bisa dibendung. Maka dari itu, keseimbangan lingkungan harus dijaga
dengan menekan tingkat perburuan satwa liar dari habitatnya.
“Kami berharap agar para pelaku
mendapat sanksi hukuman yang seberat-beratnya”, demikian disampaikan ibu dua
anak yang akrab dipanggil Bu Dede ini. “Kita semua harus ingat bahwa kerugian
ekologi yang ditimbulkan tidak dapat disetarakan dengan kerugian dalam bentuk
nominal”, demikian imbuh beliau. (syi)